Liburan Makassar – Hari 1

Standard

Hari pertama kami berangkat ke Makassar, cuaca cerah, apalagi di kotanya yang posisinya sebelahan sama pantai. Panas banget disana. Flight cuma delay sekitar setengah jam. Kami sampai dengan semangat tinggi (karena lapar).

Disana, tepat sesudah sampai, kami ketemu hal asing pertama. Taksi dari bandara pake argo kuda. Zona 1 – 65 ribu, zona 2 – 100ribu. Ada zona 3 juga, tapi saya gak notice harganya. Jangan tanya dimana batas zona-zona itu. Kami akhirnya naik taksi zona 2 dan masih harus membayar tol. Baru turun dari taksi, salah satu teman si pacar langsung menyeret kami ke acara ritual pernikahan yang gak ada di undangan. Ternyata malam itu ada acara di rumah mempelai lelaki. Masih misteri sampai sekarang nama acaranya apa, intinya isinya adalah semacam permintaan restu ke orang tua buat nikah. Jadi kami, plus teman si pacar itu lagi-lagi berangkat pakai taksi, menuju kerumah mempelai pria di daerah antah berantah. Temannya ini cuma inget kalau posisi rumahnya ada dibelakang lapangan tennis kompleks DPR. Sweet mother of mine. Untungnya di kotanya bertebaran taksi argo.

Dan untung kami sampe dengan selamat di tujuan yang benar, setelah berputar-putar di pusat kota, mengingat sang mempelai tidak bisa dihubungi dong tentunya. Tiga manusia berpakaian santai, diantara puluhan manusia berpakaian adat. Di sebuah rumah besar yang sudah dipasangi tenda besar di depannya. Lengkap dengan kursi berjajar. Meja berisi kue dan cangkir. TV besar di beberapa titik. Dan beberapa pekerja yang berlari-lari mengatur ini itu. Uh-oh. Asumsi yang bilang kalau acara di rumah itu informal jelas-jelas bias, dan salah total untuk kasus ini.

Akhirnya setelah cengar-cengir di halaman rumahnya, ada salah satu orang yang dikirim oleh si mempelai pria untuk menyambut teman-temannya itu dan menyeret kami masuk, mumpung acara belum dimulai. Masuk kedalam, saya disuguhkan pemandangan persiapan upacara yang berwarna-warni. Mempelai menggunakan baju biru terang dengan hiasan disepanjang badannya, duduk manis dikamarnya dengan beberapa perempuan paruh baya bersimpuh dihadapannya. Entah tujuannya apa, pasti ada alasan dibalik posisi penempatan itu, tapi gak mungkin dong saya tanya langsung disana.

Tangan saya gatal mau memfoto semua warna di lokasi itu, tapi apa daya kamera ketinggalan dan galaxy tab habis batere. Beri hitam sih goodbye lah ya kualitasnya di indoor malem-malem begini.

Setelah mereka temu kangen sejenak, dan setelah kami sadar kalau acara ini personal (untuk keluarga), kami memutuskan pamit. Toh yang penting mereka udah ketemu sama mempelai dulu.

Kami lalu pergi berburu seafood di dekat pantai losari. Nama restaurantnya Lae Lae. Katanya lumayan terkenal disana. Ramenya sih minta ampun, padahal makanannya sederhana, cuma terbagi jadi jenis seafood dimasak goreng/bakar/rica-rica. Setelah dimakan, ahh, memang seafood Makassar yang asli dari laut disebelahnya itu luar biasa enak. Ikannya manis banget dan seger banget.

Kami lalu sempat jalan di losari setelahnya. Pantai yang diagung-agungkan sebagai salah satu sumber wisata popular disana itu ternyata super jorok loh. Yah sebelas dua belas lah sama Ancol. Dan sama ramainya. Bahkan sampai jam 11 malam masih terlihat keramaian di daerah itu. Makassar does sleep at night, don’t they? Kami cuma menghabiskan waktu setengah jam disana. Bukannya gak menghargai daerah wisata orang, habis selain jorok, ada banyak anak kecil yang sibuk nyolek minta duit. Sepuluh sih lebih ya dateng ganti-gantian. Akhirnya kami pulang dan berhasil istirahat di jam 11 malem waktu Jakarta, yang artinya jam 12 malem waktu Makassar. Selesailah hari pertama di Makassar. (to be continue)

Leave a comment